Tampilkan postingan dengan label puisi sosial. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi sosial. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Mei 2011

Keranda Mayat

Para penyuara menyeru
Tapi sang pengeras suara telah mati
Sepertinya kabel yang menghubungkan telah putus
Rusak dimakan rayap sehingga tak bersuara

Para penyuara ingin memakamkan
Suara-suaranya yang tak bersuara lagi
Karena sang pengeras suara sudah tak berfungsi
Siapkan saja keranda mayat untuknya

Para penyuara kelaparan lelah
Suaranya tak terdengar
Bisa-bisa mereka mati kurus
Mereka juga menyiapkan keranda mayat untuk mereka

Mati sudah
Suara tak lagi menggaung
Untuk apa pengeras suara jika tak berfungsi
Hanya membawa rugi bagi penyuara yang telah membelinya

Masukkan saja ke Keranda Mayat!

Minggu, 24 Oktober 2010

Bersabarlah Dinda

Hujan ini masih air
Dinda,
Bukanlah hujan karena air mata
Dinda,
Dan tak membawa derita
Dinda,

Masihkah kau mampu menelan
Di antara manusia-manusia ini
Tapi tetaplah, jangan bersedih
Dinda,

Ini adalah masa bukan masa mu
Bersabarlah sampai suatu masa
Bersabarlah Dinda

Nanti kau akan melihat melimpah
Tanahmu kaya sesungguhnya itu
Anakmu akan makan lebih kenyang
Bersabarlah Dinda

Dan,
Masihkah kau mampu menelan
Di antara manusia manusia itu
Tapi tetaplah jangan bersedih,
Bersabarlah Dinda

Rabu, 03 Maret 2010

Kami inilah!!




Kami kami hanya seonggok daging
Kami kami hanya segelintir debu
Kami berserakan bertebaran
Kami seperti tumpukan jerami yang siap dibakar

Kami lemah tanpa daya
Kami rapuh dan dapat diretakkan
Kami kecil dan mudah diinjak-injak
Kami miskin dan lapar akan kebijaksaan

Tapi kami bukanlah budak dari masa
Tapi kami tak bersanding dengan nasib
Karena Kami mampu berdiri
Karena Kami mampu berteriak
Karena Kami mampu melawan
Karena Kami adalah Rakyat

Kami adalah Rakyat
Kami adalah Rakyat
Kami bukanlah ajudan kekuasaan
Kami lah pemimpin para pemimpin ajudan kekuasaan

Kaki kami lebih tinggi dari muka penguasa
Suara kami jauh lebih lantang daripada kebijakan
Pikiran kami jauh lebih kuat daripada alat kekuasaan
Perut kami jauh lebih kuat dari pada para penguasa yang menahan lapar

Ini adalah sebuah suara yang menggema di hamparan nusantara
Ini adalah teriakan yang menggetarkan mega
Ini adalah kata-kata dari para pemuda Indonesia
Bahwa Kami bukanlah KORBAN KEKUASAAN!

Panggung Demokrasi (Gubahan dari Panggung Sandiwara - Nicky Astria)





Negeri ini panggung demokrasi
ceritanya mudah berubah.
Kisah di KPK sampai tragedi dari Century.

Setiap fraksi punya satu peranan
yang harus mereka mainkan.
Ada peran wajar dan ada peran berpura-pura.
Apakah mereka bersandiwara?
Apakah mereka bersandiwara?

peran DPR bikin kita terbahak-bahak
peran Presiden bikin orang mabuk kepayang

dunia ini penuh peranan
dunia ini bagaikan jembatan kepentingan

apakah mereka bersandiwara?
apakah mereka bersandiwara?

Rabu, 24 Februari 2010

Sang Penuntut Agung

Akulah sang pembual sejati
yang selalu berbual hati
kepada keadaan yang terpatri
Tanpa ilmu yang kuteriak sampai mati
Akulah sang pembual sejati masa kini

Akulah sang Kaisar Miskin
yang selalu menuntut kepada pelayan yang berkuasa
Kaisar yang hanya merengek kesana kemari jika bosan
mencaci sang pembantu yang menguasai jagat
Memang akulah sang Kaisar Miskin

Ketika para putra mahkota raja dari kekaisaran miskin kelaparan
Dia hanya menyalahkan sang pelayan kaya raya yang tak menghidangkan
Seketika para putra mahkota disuapi sesuap nasi dari pelayan yang kaya
Dia hanya diam mengunyah, menghela nafas, makan, mengunyah kemudian tidur
Benar, aku dan dia para putra mahkota adalah sama saja
Tertidur pulas dan tenang dan mengabaikan pelayan yang telah menyuapi kita

Sang pelayanpun akan sadar bahwa dia tak perlu lagi memasukkan seonggok nasi
dia hanya berpikir bagaimana sang kaisar bisa kembali kaya raya
dan seketika sang kaisar dan para putra terbangun karena lapar lagi
tuntutan tanpa puas di jatuhkan ke lutut hingga dahi sang pelayan.

Kita lah, aku sang Kaisar miskin.
Aku lah, kita para pembual yang berkoar.
Aku, kita, Sang Penuntut Agung